Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan alasan kembali ditahannya suku bunga acuan BI Rate pada Oktober 2024 di level 6%. Padahal, pada September 2024 lalu telah menurunkan salah satu kebijakan moneter itu telah diturunkan sebesar 25 basis points untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Perry menjelaskan, kebijakan pahit itu harus ditempuh karena ketidakpastian ekonomi dan keuangan global meningkat seusai panasnya konflik di Timur Tengah. Eskalasi konflik itu pun ia katakan telah menjadikan rupiah sebagai korban, karena sempat mengalami pelemahan yang cukup dalam beberapa hari terakhir.
“Karena meningkatnya tekanan geopolitik di Timur Tengah dan kemudian dampaknya terhadap arus portofolio asing dan tekanan nilai tukar, maka pada rapat dewan gubernur Oktober kami memutuskan mempertahankan tetap 6%,” kata Perry saat konferensi pers hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Jumat (18/10/2024).
Nilai tukar rupiah pada Oktober 2024 hingga 15 Oktober 2024 berdasarkan catatan BI memang telah melemah sebesar 2,82% (ptp) dari bulan sebelumnya. Pelemahan nilai tukar tersebut terutama dipengaruhi oleh peningkatan ketidakpastian global akibat eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Karena permasalahan itu, Perry menekankan, dewan gubernur BI menganggap perlunya dalam jangka pendek ini untuk terus mempertahankan suku bunga acuan demi menjaga stabilitas nilai tukar ke depan, sebab ia tekankan seharusnya kurs rupiah menguat karena faktor fundamental ekonomi domestik stabil.
Misalnya, pertumbuhan ekonomi yang berpotensi masih terus terjaga di level kisaran 5%, inflasi terjaga di kisaran 2,5% plus minus 1%, hingga defisit transaksi berjalan yang masih jauh di bawah batas aman 2%. Lagipula aliran masuk investasi portofolio terus berlanjut dan tercatat tinggi pada kuartal III-2024 yakni net inflows sebesar US$ 11,6 miliar.
“Karena itu fokusnya pada jangka pendek ini pada stabilitas nilai tukar rupiah kami masih memandang stance kebijakan moneter konsisten agar inflasi tetap terkendali 2,5% plus minus 1% pada 2024 dan 2025,” ungkap Perry.
Meski begitu, ia menekankan bila ketidakpastian itu mereda BI melihat terbuka lebarnya ruang untuk kembali melanjutkan penurunan suku bunga acuan.
“Kami juga konsisten ke depan, kami akan mencermati ruang penurunan kebijakan memperhatikan prospek inflasi, dan nilai tukar. Namun fokus jangka pendek adalah pada stabilisasi nilai tukar karena meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global karena tensi di Timur Tengah,” ungkap Perry