RI & China Makin Akrab Garap Baterai Litium, Bukti Terbaru

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meresmikan dimulainya tahap pertama produksi dan rencana ekspansi fasilitas produksi bahan katoda Lithium Iron Phosphate (LFP) oleh PT LBM Energi Baru Indonesia, sebuah proyek yang terwujud melalui rencana kemitraan investasi strategis antara konsorsium Indonesia Investment Authority (INA) dan  Changzhou Liyuan New Energy Technology Co., Ltd. (Changzhou Liyuan), salah satu produsen dan pemasok LFP terbesar di dunia, di Kawasan Industri Kendal, Jawa Tengah, Oktober 2024. (Dok. Kemenko Marves)

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan meresmikan dimulainya tahap pertama produksi dan rencana ekspansi fasilitas produksi bahan katoda baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/ EV) berbasis Lithium Iron Phosphate (LFP) oleh PT LBM Energi Baru Indonesia, di Kawasan Industri Kendal, Jawa Tengah.

Ini merupakan hasil dari kemitraan investasi strategis antara Konsorsium Indonesia Investment Authority (INA) dan Changzhou Liyuan New Energy Technology Co., Ltd., salah satu produsen LFP terbesar dunia.

Investasi tersebut diharapkan akan berperan penting dalam memenuhi permintaan global terhadap baterai LFP, yang didorong semakin meningkatnya penetrasi kendaraan listrik (EV) di seluruh dunia.

Luhut menegaskan pentingnya hilirisasi industri sebagai bagian dari visi besar Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya, Indonesia tidak boleh lagi hanya menjadi eksportir bahan mentah.

“Kita harus menciptakan nilai tambah di negeri sendiri, membangun industri hilir yang kuat, dan menempatkan diri sebagai pemain kunci dalam rantai pasok global,” ungkap Luhut, dikutip dari keterangan resmi Kemenko Marves, Selasa (8/10/2024).

Fasilitas ini berlokasi di Kawasan Industri Kendal dan diproyeksikan akan menjadi produsen katoda LFP terbesar di dunia di luar China.

Investasi bersama yang direncanakan yakni mencapai US$ 200 juta untuk meningkatkan kapasitas produksi dari 30.000 ton pada fase I menjadi 90.000 ton pada fase II, yang diharapkan akan dimulai pada tahun 2025.

LFP adalah salah satu dari dua bahan kimia utama dalam baterai litium-ion, di samping Nickel Cobalt Manganese (NCM). Dikenal akan efektivitas biayanya, LFP sangat cocok untuk kendaraan listrik dan sistem penyimpanan energi.

Berdasarkan studi Bain tentang Ekosistem Baterai EV1, permintaan baterai global diperkirakan akan tumbuh sekitar empat kali lipat antara tahun 2023 dan 2030, yang didorong oleh meningkatnya adopsi EV, memposisikan LFP untuk memainkan peran penting dalam memenuhi permintaan tersebut.

Pada tahun 2030, NCM diproyeksikan akan mewakili sekitar 50% dari permintaan baterai litium-ion, sementara LFP diperkirakan akan menyumbang sekitar 35%, di mana keduanya diperkirakan akan tetap menjadi pusat pertumbuhan industri baterai di masa depan.

Kemitraan strategis ini berfokus pada bahan katoda LFP yang mewakili nilai tambah tertinggi dalam rantai nilai baterai, sehingga memungkinkan fasilitas ini untuk memanfaatkan peluang yang dihadirkan oleh pasar yang berkembang tersebut.

Pada tahun 2030, Indonesia diperkirakan akan melayani pasar senilai sekitar US$ 10 miliar dalam bahan aktif katoda LFP, sehingga dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi transisi global menuju energi bersih. Investasi ini juga merupakan bukti daya tarik Indonesia sebagai negara untuk hilirisasi rantai pasok.

“Ini bukan sekadar pabrik, tetapi juga pondasi dari ekosistem EV Indonesia yang terintegrasi. Melalui penyempurnaan rantai produksi baterai lithium, tidak kurang dari 3 juta unit kendaraan listrik di seluruh dunia akan dipenuhi kebutuhan baterai lithiumnya oleh industri di Indonesia,” ujarnya.

Ketua Dewan Direktur INA, Ridha Wirakusumah, menyatakan bahwa pertumbuhan pesat dalam permintaan LFP, didorong oleh peralihan global menuju EV dan energi terbarukan, sehingga menghadirkan peluang besar bagi Indonesia.

Menurut dia, seiring dengan munculnya LFP sebagai salah satu bahan kimia utama dalam teknologi baterai, pihaknya percaya bahwa inisiatif ini dapat turut memposisikan Indonesia sebagai pemain penting dalam ekosistem baterai global. Dengan membangun kemampuan produksi yang kuat, Indonesia semakin siap untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat atas bahan katoda LFP di masa depan.

“Keahlian operasional yang luas, serta rekam jejak solid dari konsorsium INA dan Changzhou Liyuan merupakan faktor kunci yang memperkuat inisiatif ini, dan membawa potensi besar untuk meningkatkan peran Indonesia dalam rantai pasok baterai global,” ujarnya.

Sementara, CEO Changzhou Liyuan, Shi Junfeng, menyatakan bahwa PT LBM Energi Baru Indonesia merupakan produsen katoda pertama di luar China, di mana pengoperasian tahap awalnya memiliki arti penting bagi peningkatan keamanan pasokan dari rantai pasok energi baru global.

Selain itu, kerja sama ini juga merupakan pencapaian penting lainnya dari kerja sama strategis menyeluruh antara China dan Indonesia. Usulan investasi strategis di LBM New Energy (AP) Ptd. Ltd. juga sepenuhnya menunjukkan pandangan ke depan dan komitmen jangka panjang INA dalam industri energi baru global.

“Proyek ini akan memungkinkan Changzhou Liyuan dan INA untuk mencapai kerja sama strategis yang lebih erat. Ke depannya, Changzhou Liyuan akan memberikan kontribusi yang bermakna bagi pembangunan Indonesia dan industri energi baru global,” ujarnya.

https://asturiproject.com/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*