Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menargetkan bisa menambah sebanyak 100 Giga Watt (GW) lebih pembangkit listrik dalam 15 tahun ke depan. Di mana, 75% dari pembangkit itu akan berasal dari energi baru terbarukan (EBT).
Ketua Delegasi Indonesia untuk COP 29, Hashim Djojohadikusumo, mengungkapkan untuk merealisasikan target tersebut, Indonesia diperkirakan membutuhkan anggaran sebesar US$ 235 miliar atau Rp 3.717 triliun (kurs Rp 15.821 per US$), yang sebagian besar akan dialokasikan untuk mendukung transisi menuju energi bersih.
“Memang yang dibutuhkan untuk pengembangan listrik ini, itu besar sekali, kurang lebih US$ 235 miliar dolar dalam 15 tahun. Nah dalam hal ini pembiayaan itu akan datang dari beberapa sumber. Saya dalam pidato mewakili Pak Prabowo kemarin, saya sudah bilang ini kan perlu kolaborasi internasional, International collaboration,” kata Hashim kepada CNBC Indonesia, Selasa (19/11/2024).
Menurut Hashim, pemerintah Indonesia sejatinya telah mengundang berbagai pihak dari Eropa, Amerika, China, Jepang, Korea, dan negara lainnya untuk ikut mendukung pembiayaan ini. “Banyak pihak yang ingin partisipasi, saya kira pendanaan tidak akan jadi masalah,” ujarnya.
Selain itu, dalam pertemuannya dengan utusan khusus Presiden Joe Biden, Hashim menyampaikan bahwa Amerika Serikat juga tetap berkomitmen mendukung program Just Energy Transition Partnership (JETP) untuk Indonesia. Program ini diproyeksikan akan memberikan kontribusi signifikan bagi pembiayaan transisi energi bersih di Tanah Air.
“Dan ini cukup besar. Jadi saya kira kami optimis untuk melaksanakan program dengan pembiayaan yang memadai dan cukup,” kata dia.