Program pensiun aparatur sipil negara (ASN) akan diubah pada tahun depan, seiring dengan tren semakin menuanya populasi penduduk atau ageing population.
Skema manfaat pasti yang diterapkan saat ini dengan pembiayaan pay-as-you-go, yakni manfaat pensiun yang sepenuhnya menjadi beban APBN, pemerintah anggap akan berpotensi terus meningkatkan risiko fiskal ke depan, efek dari tren population ageing.
“Memperhatikan berbagai tantangan itu, Pemerintah menyadari bahwa reformasi program pensiun ASN merupakan suatu kebijakan yang bersifat urgent untuk segera ditempuh,” dikutip dari dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2025 edisi pemutakhiran, Senin (22/7/2024).
Selain permasalahan itu, pemerintah menganggap manfaat pensiun yang diterima oleh pensiunan PNS relatif masih rendah, dan dalam tren terus berkurang dibanding manfaat yang diterima PNS beberapa dekade lalu.
Kondisi ini tidak lepas dari formula perhitungan iuran maupun manfaat dari skema pensiun saat ini yang berbasis pada gaji pokok dan semakin bertambahnya rasio tunjangan kinerja terhadap total penghasilan PNS.
Lalu, terdapat pula kesenjangan tingkat replacement ratio atau RR antar jabatan. RR cenderung lebih rendah untuk tingkat jabatan yang lebih tinggi. Contohnya, pensiunan pejabat Eselon 1A hanya menerima manfaat pensiun kurang dari 10 persen dari penghasilan terakhir.
“Selain perlindungan hari tua yang kurang memadai, rendahnya RR juga ditengarai menjadi salah satu pendorong perilaku koruptif sebagaimana temuan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kajian pada tahun 2018,” dikutip dari dokumen KEM PPKF 2025.
Oleh sebab itu, pemerintah menganggap reformasi skema perlindungan hari tua bagi ASN ini perlu dilakukan dengan mempertimbangkan amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). UU itu mengamanatkan dua substansi penting yang menjadi dasar bagi Pemerintah untuk merancang desain reformasi pensiun bagi pegawai ASN.
Pertama, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) kini memiliki hak yang sama atas jaminan sosial, sebagaimana halnya PNS, diantaranya terhadap jaminan pensiun (JP) dan jaminan hari tua (JHT). Kedua, UU ASN juga secara tegas mengamanatkan pemberian JP dan JHT untuk pegawai ASN merupakan bentuk perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua, sebagai hak, dan sebagai penghargaan atas pengabdian.
“Pemerintah telah menyadari bahwa terdapat beberapa tantangan dari penyelenggaraan program pensiun bagi PNS yang berjalan saat ini,” dikutip dari dokumen KEM PPKF 2025 edisi pemutakhiran.
Secara garis besar, arah reformasi program pensiun bagi pegawai ASN ke depan akan terbagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu (i) perubahan skema program untuk PNS existing; dan (ii) pengembangan program baru untuk PNS baru dan PPPK.
Garis besar desain reformasi yang menjadi prioritas Pemerintah, pertama ialah memastikan bahwa tidak terdapat PNS existing yang mengalami penurunan manfaat pensiun. Untuk itu, program pelengkap dengan skema iuran pasti yang berbasis take home pay (THP) menjadi alternatif utama Pemerintah.
Kedua, program pensiun bagi PNS baru dan PPPK akan diarahkan untuk mengikuti skema manfaat iuran pasti dengan formula iuran dan manfaat berbasis THP. Skema bagi pegawai baru ini akan didesain sehingga menghasilkan manfaat yang relatif lebih baik dari skema pensiun PNS saat ini. Penyesuaian skema dan besaran iuran berbasis THP baik untuk PNS existing maupun PNS baru dan PPPK diharapkan diharapkan mampu mendorong distribusi RR yang lebih wajar antar jabatan.
Ketiga, yang menjadi dasar reformasi pensiun ASN adalah desain baru harus memastikan terwujudnya kesinambungan program dan kesinambungan fiskal. Hal ini diperlukan untuk memastikan terdapat perbaikan manfaat bagi ASN dan juga tidak memberikan beban bagi generasi mendatang.
Keempat, desain reformasi akan membagi beban pensiun antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa pemberi kerja merupakan salah satu penanggung jawab dalam memberikan manfaat pensiun kepada ASN.
“Perubahan besaran dan formula iuran serta perubahan skema dan formula manfaat akan diputuskan Pemerintah dengan tetap mempertimbangkan kemampuan APBN dalam mendanai, kemampuan ASN dalam mengiur, perbaikan manfaat, kesinambungan program, dan ketahanan fiskal baik masa kini maupun masa mendatang,” dikutip dari dokumen KEM PPKF 2025.