Dolar Balik ke Rp 15.500: Ini Analisa Rupiah Tersungkur

Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ambruk selama lima hari terakhir. Berbagai sentimen khususnya dari eksternal menjadi penekan mata uang Garuda.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup di posisi Rp 15.415/US$1 atau melemah 1%. Artinya, rupiah melemah dalam empat hari terakhir dengan pelemahan sebesar 1,91%. Mata uang Garuda masih melemah pada hari ini, Jumat (4/10/2024). Pada Jumat pukul 11.45 WIB, nilai tukar rupiah ada di posisi Rp 15.479 atau hampir ke Rp 15.500. Rupiah melemah 0.41%. Artinya, rupiah sudah melemah selama lima hari. 

Jika rupiah kembali melemah sampai penutupan, maka rupiah mengalami depresiasi selama lima hari beruntun atau sejak 30 September 2024.

Berbagai faktor telah menyebabkan rupiah jatuh, seperti ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel, stimulus besar dari China, lonjakan indeks dolar AS, dan keluarnya aliran dana asing dari Indonesia.

Iran dan Israel Memanas

Sebagaimana diketahui, pada Selasa (1/10/2024),Iran melancarkan serangan besar-besaran menggunakan rudal ke Israel hanya beberapa jam setelah pejabat Gedung Putih memperingatkan bahwa Teheran “segera” merencanakan serangan.

Setelah serangan misil dari Iran, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji bahwa Iran akan “membayar mahal,” yang meningkatkan kekhawatiran akan pecahnya perang besar di kawasan tersebut.

Situasi ini semakin diperparah dengan dukungan penuh Washington kepada Israel, memicu ketakutan bahwa ketegangan bisa meluas.

Sementara itu, militer Israel pada Kamis memerintahkan penduduk lebih dari 20 kota di selatan Lebanon untuk segera mengungsi, karena Israel melanjutkan serangannya melintasi perbatasan dan menyerang sasaran Hizbullah di pinggiran kota Beirut.

Peringatan terbaru ini menambah jumlah kota yang diperintahkan untuk dievakuasi menjadi 70, termasuk ibu kota provinsi Nabatieh. Hal ini menunjukkan bahwa operasi militer Israel melawan kelompok bersenjata yang didukung Iran makin intensif.

Selanjutnya, lebih dari 1,2 juta orang Lebanon telah mengungsi akibat serangan Israel, dan hampir 2.000 orang telah tewas sejak serangan Israel terhadap Lebanon dimulai setahun lalu, sebagian besar terjadi dalam dua pekan terakhir, menurut otoritas Lebanon.

Chief Economist Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Wisnubroto mengatakan salah satu faktor pelemahan rupiah yakni karena ada pengaruh sentimen memanasnya geopolitik di Timur Tengah.

Rully menyampaikan “Sepertinya memang pengaruh global, sentimen risk – off karena eskalasi geopolitik di Middle East.”

Ahmad Mikail, Ekonom Sucor Sekuritas juga menanggapi, dari memanasnya Iran dan Israel ini membuat pelaku pasar khawatir harga minyak dunia akan naik lagi.

“Khawatir harga minyak akan naik tajam, jika israel menyerang ladang minyak Iran. Kita impor minyak itu bisa 1,4 juta barel” ungkap Ahmad.

Ekonom Bank Danamon, Hosianna Situmorang juga mengatakan bahwa kekhawatiran investor untuk memilih safe haven seiring tensi Israel-Iran yang semakin memanas menjadi penekan rupiah.

Senada dengan ekonom lainnya, Ekonom Senior Samuel Sekuritas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi ketika sentimen positif mulai menghilang, ditambah dengan Iran menyerang Israel, maka rupiah melemah.

Ia juga menambahkan, bila perang Iran dan Israel usai, rupiah tidak serta-merta langsung menguat, mengingat terdapat risiko politik di AS (bulan November), risiko geopolitik, dan market AS yang sedikit membaik.

Head of Treasury & Financial Institution Bank Mega, Ralph Birger Poetiray juga menyampaikan hal serupa bahwa masih ada geopolitik.

“Ini hanya geopolitik sehingga DXY (indeks dolar AS) dan harga minyak naik karena tensi di middle east,” ungkap Ralph.

Indeks Dolar Melambung Tinggi

Apresiasi DXY terlihat setidaknya sejak 30 September hingga 3 Oktober 2024. Penguatan DXY tercatat empat hari beruntun dari 100,38 hingga menyentuh level 101,99 atau naik 1,6%.

Data non-manufaktur ISM yang lebih kuat dari perkiraan pada Kamis (3/10/2024) juga mendukung kekuatan dolar dan berujung pada menekan rupiah.

Data ISM Services PMI tercatat sebesar periode September 2024 tercatat melonjak menjadi 54,9, meningkat dari 51,5 pada Agustus dan jauh lebih tinggi dari perkiraan 51,7.

Pembacaan ini menunjukkan pertumbuhan terkuat di sektor layanan sejak Februari 2023, di tengah peningkatan aktivitas bisnis yang lebih cepat (59,9 vs 53,3), pesanan baru (59,4 vs 53), dan persediaan (58,1 vs 52,9), meskipun penyerapan tenaga kerja menurun (48,1 vs 50,2), tekanan harga meningkat (59,4 vs 57,3), dan backlog pesanan (48,3 vs 43,7) tetap rendah. Pengiriman pemasok kembali menunjukkan ekspansi (52,1 vs 49,6).

Hosianna menilai pelemahan rupiah juga terjadi karena rilis data ekonomi yang menunjukkan perbaikan. Gubernur sentral bank AS (The Fed) Jerome Powell, kata dia, juga mengisyaratkan potensi pemangkasan suku bunga ke depannya tidak sebesar sebelumnya.

“⁠DXY perlahan berbalik menguat karena rilis data ekonomi US yang perlahan berbalik membaik seperti data ADP dan lainnya, serta statement Powell yang menyatakan potensi pemangkasan suku bunga ke depannya tidaklah akan sebesar sebelumnya,” kata Hosianna.

Laporan Tenaga Kerja Nasional ADP mengukur angka tenaga kerja sektor swasta non-pertanian.

Ralph juga mengatakan bahwa koreksi sehat pada rupiah terjadi karena DXY yang menguat yang disebabkan karena anggapan DXY merupakan safe haven currency.

Efek Stimulus China, Outflow dari RI Terjadi

Stimulus direncanakan dikeluarkan oleh bank sentral China (PBoC) guna menyelamatkan kondisi ekonomi China yang tengah lesu akibat dilanda kredit macet dari pengembang properti raksasa sampai perang dagang yang berkelanjutan dan efek berpindahnya basis produksi ke negara lain.

Stimulus tersebut antara lain pemotongan Giro Wajib Minimum (GWM) perbankan, Suku Bunga Bank Sentral yang dipangkas, dan Suku Bunga KPR yang dipangkas.

Tidak hanya itu, China juga memberikan stimulus untuk stabilitasi pasar saham di mana bank sentral China memberikan fasilitas swap (pinjaman) kepada investor institusi seperti broker, asuransi, dana pensiun, reksa dana atau aset manajemen sebanyak CNY 500 miliar, ini setara dengan Rp1.308 triliun.

Pinjaman juga disediakan untuk perbankan yang mau menyalurkan ke perusahaan untuk melakukan pembelian kembali (buyback) saham mereka senilai CNY 300 miliar, setara Rp785 triliun.

Stimulus yang begitu besar ini membuat pelaku pasar berbondong-bondong masuk ke pasar China atau dengan kata lain keluar dari pasar keuangan domestik (Indonesia).

Ekonom Indo Premier Sekuritas, Luthfi Ridho mengatakan main driver pelemahan rupiah kali ini yakni kenaikan harga minyak dan capital outflow ke China.

https://tgwinjob.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*