Uni Eropa (UE) akan membuat keputusan akhir tentang penetapan tarif terhadap kendaraan listrik (EV) asal China pada Oktober mendatang. Namun rencana ini masih memicu perdebatan di Benua Biru terkait apakah langkah ini memang bisa melindungi industri di wilayah itu.
Sejauh ini, Eropa masih mempertimbangkan untuk mengenakan tarif hingga 36,3% terhadap kendaraan EV buatan China yang akan diekspor ke wilayah itu. Ini disebabkan dugaan bahwa kendaraan listrik China diproduksi dengan biaya yang disubsidi pemerintah sehingga melemahkan industri mobil di Eropa.
Sejumlah analis menilai bahwa China memang sedang mempromosikan EV di kancah global. Dukungan berupa subsidi pemerintah telah membuat jumlah EV di Negeri Panda tersebut melebihi permintaan, dan akhirnya di ekspor ke beberapa negara di dunia.
“Kita berhadapan dengan ekonomi di China di mana uang kredit dialokasikan oleh negara dan bukan oleh pasar, dan negara memilih sektor yang ingin mereka promosikan,” kata William Reinsch, penasihat senior dan Scholl Chair dalam Bisnis Internasional di Center for Strategic and International Studies, kepada CNBC International, Minggu (16/9/2024).
“Dalam ekonomi seperti itu, jika Anda melakukan itu, Anda selalu mendapatkan investasi berlebih, Anda selalu mendapatkan kapasitas berlebih, Anda selalu mendapatkan produksi berlebih, dan kemudian produksi berlebih itu dibuang ke seluruh dunia.”
Pandangan lainnya juga datang dari analis senior untuk JATO Dynamics, Felipe Muñoz. Ia mengatakan murahnya harga mobil listrik China juga didasari bagaimana produsen Negeri Tirai Bambu telah berhasil mengamankan rantai pasok baterai EV, sehingga tarif mungkin tak akan berdampak signifikan bagi Eropa.
“Hal ini disebabkan oleh biaya tenaga kerja yang lebih rendah dan fakta bahwa jika menyangkut mobil listrik, China, tidak seperti negara lain di dunia, telah mengamankan rantai pasokan untuk baterainya,” ungkapnya.
Di sisi lain, produsen Jerman Volkswagen mengatakan bahwa tarif akan merugikan perusahaan otomotif negara itu, yang memiliki kehadiran signifikan di China. Pasalnya, mereka mengantisipasi akan ada pembatasan yang bisa diberlakukan Beijing.
“Dampak negatif dari keputusan ini lebih besar daripada manfaatnya bagi industri otomotif Eropa dan khususnya Jerman,” kata juru bicara Volkswagen dalam sebuah pernyataan Juli lalu.
Beijing tak akan mundur
China telah berencana untuk mengirim Menteri Perdagangan Wang Wentao ke Eropa untuk bertemu dengan Komisaris Perdagangan UE, Valdis Dombrovskis, 19 September mendatang. Dalam pertemuan itu, Beijing akan mengajukan tawaran terakhir untuk mempersuasi UE agar tidak mengenakan bea masuk yang besar pada EV buatannya.
Hal ini dilakukan China setelah sebelumnya Komisi Eropa menolak usulan yang diajukan oleh Beijing untuk menetapkan harga minimum atau batasan volume pada pengiriman kendaraan listrik ke UE.
Diskusi Wang dan Dombrovkis ini disebut-sebut media China akan berjalan cukup alot. Beijing disebut akan terus mempertahankan posisinya bila memang Brussels tetap bersikukuh akan menjatuhkan tarif hingga 36,3% tersebut.
“Meskipun China selalu bersedia mencari konsensus dan menyelesaikan masalah melalui komunikasi dalam menghadapi gesekan, ini tidak berarti bahwa China akan membuat konsesi untuk meredakan tekanan yang meningkat dari berbagai sengketa perdagangan,” menurut sebuah posting di akun media pemerintah Yuryuan Tantian.
“Terlepas dari apakah negosiasi berjalan, China tidak akan membuat konsesi apa pun pada kepentingan intinya.”
Sejauh ini, China telah meluncurkan langkah serupa terhadap produk mesin dan elektronik asal Eropa. Kementerian Perdagangan China mengatakan pihaknya telah melakukan penyelidikan menyusul keluhan yang dibuat oleh kamar dagang nasional yang mengimpor alat-alat itu.
“Keluhan tersebut terutama berkaitan dengan produk-produk seperti lokomotif kereta api, fotovoltaik, tenaga angin dan peralatan inspeksi keamanan,” kata lembaga itu dikutip AFP.
“Penyelidikan tersebut akan memeriksa tinjauan awal, investigasi mendalam, dan inspeksi mendadak UE terhadap perusahaan-perusahaan China.”