Cerita Peramal Gunung Kawi di Balik Kesuksesan Gurita Bisnis Salim

Infografis, Kisah Perjalanan Salim Grup, Dihantam Krisis 98 dan Bangkit Lebih Tajir
Foto: Infografis/ Salim Grup/ Edward Ricardo

Dalam memulai bisnis tentunya banyak mempertimbangkan banyak hal. Tidak hanya modal dan konsistensi tapi ada pula hal spiritual dibaliknya.

Hal ini pula yang terjadi pada konglomerat dari Indonesia Sudono Salim atau Liem Sioe Liong. Pendiri perusahaan besar seperti BCA, Indocement dan Indofood itu disebut sering bolak-balik ke Gunung Kawi untuk bertemu guru spiritual atau peramal agar lancar dalam berbisnis.

Cerita Salim berkunjung ke Gunung Kawi salah satunya terjadi ketika dirinya menunjuk Mochtar Riady untuk mengembangkan bisnisnya, Bank BCA. Kisah kerja sama itu bermula ketika Salim dan Mochtar bertemu di pesawat menuju Hong Kong pada 1975. Selama perjalanan, keduanya terlibat perbincangan ihwal dunia perbankan.

Riady cerita ingin mengembangkan bank baru. Lalu, Salim menimpali cerita itu dengan mengatakan kalau dia sedang mencari orang untuk mengurusi tiga banknya, Bank Windu Kencana, Bank Dewa Ruci, dan Bank Central Asia (BCA). Bagi Salim, Riady adalah orang yang tepat. Alhasil, didorong oleh satu kepentingan serupa keduanya bekerjasama untuk membangun BCA.

Di tangan Riady, BCA menjelma menjadi bank swasta terbesar di Indonesia sejak tahun 1980-an hingga sekarang. Seandainya Salim tidak menunjuk Riady, mungkin cerita bakal berbeda. Dan Salim mungkin telah memprediksi hal ini. Sebab, penunjukan Riady oleh Salim tidak sembarangan. Ada perhitungan presisi dan khusus.

“Sekembalinya dari Gunung Kawi [menemui peramal], dengan keyakinan dia berkata kalau “aku akan menjadi Tang Sheng untuk Mohctar”,” kata Salim dikutip dari Liem Sioe Liong dan Salim Group: Pilar Bisnis Soeharto (2016) karya Richard Borsuk dan Nancy Chng.

Mengutip Gunung Kawi: Fakta dan Mitos, Gunung Kawi memang dikenal sebagai tempat yang kerap didatangi orang-orang untuk tujuan mistik, termasuk meminta ramalan dari dukun. Dan Salim punya misi khusus tiap kali ke sana. Dalam paparan Richard dan Nancy, Salim tercatat kerap bolak-balik Surabaya-Gunung Kawi dengan jarak tempuh 3 jam. Dia kesana bisa 3-5 kali dalam setahun untuk berdiam diri khusus di kuil China. Setiap ingin memulai bisnis besar, dia mesti kesana untuk meminta saran peramal dan melakukan beberapa ritual.

“Di kuil-kuil tempat dia bersembahyang, Liem sering mengandalkan cara-cara gaib untuk membantunya memutuskan langkah apa yang harus diambil. Salah satu cara yang biasa dipakai adalah menggoyang-goyangkan tabung bambu berisi lidi-lidi dengan tulisan tertentu sampai sebatang lidi kelar, tulisan di lidi itu lalu dibaca dan ditafsirkan oleh rahib atau peramal,” kata Richard dan Nancy.

Tiap kali peramal itu berucap, Salim jelas mempercayainya. Dia tidak ingin salah langkah dan rugi besar jika tidak “nurut” pada peramal. Salim melakukan ini tidak hanya untuk memulai bisnis, tetapi juga melakukannya untuk meramal bangunan atau suatu tempat. Salim pernah ada cerita khusus tentang ini. Pada 1968, dia bersama konglomerasi ‘Gang of Four’ yang berisi Sudwikatmono, Djuhar Sutanto dan Ibrahim Risjad ingin memulai bisnis.

Dia memutuskan untuk memulai kerjasama dari ruangan kecil yang sesak, alih-alih ruangan besar nan nyaman. Ruangan itu hanya ada satu telepon, satu meja, dan dua kursi tanpa pendingin ruangan. Salim ngotot mempertahankan ruangan itu karena sangat baik dari segi feng shui. Belakangan, kepercayaan itu terbukti. Bisnis Salim lewat ‘Gang of Four’ moncer.

Tak hanya itu, berkat kepercayaannya pada hal mistik, bisnis Salim yang lain makin menggurita hingga membuat dia kaya raya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*