PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) menegaskan komitmennya dalam mendukung ekonomi berkelanjutan. Hal ini tercermin ketika menghadiri ajang Conference of Parties atau COP 29 yang digelar di Baku, Azerbaijan beberapa waktu lalu.
Dalam perhelatan tersebut, Direktur Utama Bank Mandiri, Darmawan Junaidi mengatakan ingin memperkuat pemahaman terkait Indonesia di kancah global. Selain itu, ia juga ingin mengundang kolaborasi dengan berbagai pihak untuk kebutuhan aspek keberlanjutan untuk membangun masa depan yang lebih baik.
Di sisi lain, dia juga menyadari bahwa Indonesia masih memiliki emisi karbon yang cukup besar dari 5 fokus sektor, yakni energi, land use change & forestry, agriculture, waste dan proses industrial process, yang menghasilkan kurang lebih sekitar 1,5 gigaton karbon dioksida (CO2) per tahun.
“Sebetulnya posisi Indonesia harus dipahami sudah berada di level net carbon sinks, karena potensi penyerapan karbon di Indonesia dengan hutan yang cukup luas, kemudian juga kawasan mangrove yang luas, nomor dua di dunia, hutan kita nomor tiga, dengan potensi paling tidak kita memiliki serapan CO2 per tahunnya itu sebesar sama, 1,5 gigaton per tahun dengan potensial upside yang luar biasa dan ini akan terus digerakkan,” ujar dia kepada CNBC Indonesia, ditulis Jumat (22/11/2024).
Melihat kondisi tersebut, Bank Mandiri ikut serta dengan pemerintah untuk terus membangun komunikasi yang solid kepada dunia, bahwa Indonesia mendukung melalui potensi hutan, mangrove dan gambut yang dimilikinya.
“Kalau kesetaraannya mungkin potensi serapan CO2 per tahun di Indonesia itu nomor satu setara dengan Brazil. Nah, dengan posisi inilah kita ingin dunia melihat bahwa invitasi untuk kolaborasi di Indonesia itu sangat strategik, karena akan terus menurunkan emisi CO2 dari lima fokus sektor,” jelasnya.
Di samping itu, ia mengatakan, pembiayaan kepada lima fokus sektor tersebut sudah menjadi perhatian utama Bank Mandiri sejak 2017. Terbukti, pembiayaan tersebut sudah mencapai di kisaran US$ 47 miliar.
“Kalau kita ingin menurunkan emisi karbon dari lima fokus sektor di Indonesia, dalam hitungan kami memang kita membutuhkan dukungan pembiayaan sekitar US$ 295 miliar dan ini sudah pasti kolaborasi yang merupakan kata kunci untuk kita bisa lebih cepat menurunkan emisi karbon di Indonesia, dan Indonesia akan menjadi negara best practice terkait dengan inisiatif untuk terus membangun karbon aset di Indonesia,” kata dia.
Meski demikian, ada tantangan yang harus dihadapi oleh Bank Mandiri. Misalnya, terkait dengan lack of knowledge yang tidak hanya dirasakan oleh Bank Mandiri, tetapi juga oleh korporasi yang berada di dalam portfolio Bank Mandiri.
“Ada dua kelompok di dalam portfolio kami, yang pertama adalah korporasi yang sudah mulai melakukan inisiatif terkait dengan ESG, Renewable Energy, juga terkait bagaimana dia mengelola social community terkait dengan ESG. Tetapi ada juga yang belum memulai, dua kelompok inilah yang akan kita dorong agar di Bank Mandiri banyak perusahaan-perusahaan atau korporasi yang akan menjadi national champion dalam rangka membuat Indonesia betul-betul advance dalam inisiatif menurunkan emisi karbonnya,” jelasnya.
Selanjutnya, dia menjelaskan, kolaborasi yang diharapkan bisa mendorong berbagai investasi dalam hal ini adalah komunikasi. Artinya, ada pemahaman yang sama. Kemudian, kolaborasi juga memungkinkan mengundang semua pihak tidak hanya di pasar domestik tetapi juga internasional.
“Tetapi yang lebih penting lagi adalah bagaimana kepastian terhadap misalnya kita memiliki banyak sekali potensial serapan karbon. Tetapi apakah itu sudah cukup akurat sehingga Indonesia bisa mengoptimalkan asetnya dalam hal serapan karbon itu menjadi sesuatu yang positif buat ekonomi Indonesia? Nah ini yang mungkin perlu diakselerasi,” tandas dia.