Maskapai penerbangan Spirit Airlines akan merumahkan sekitar 330 pilot pada 31 Januari 2025. Hal ini dilakukan perusahaan Amerika Serikat (AS) tersebut sebagai upaya memangkas biaya dan menopang keuangan.
Maskapai berbiaya sangat rendah (low-cost carrier) ini telah merugi meskipun permintaan perjalanan tinggi. Perusahaan gagal melaporkan laba dalam lima dari enam kuartal terakhir.
Hal tersebut menimbulkan keraguan mengenai kemampuannya mengelola jatuh tempo utang yang semakin dekat. Perusahaan ini menghadapi tenggat waktu bulan Desember untuk membiayai kembali obligasi loyalitas senilai US$1,1 miliar (sekitar Rp 17 triliun) yang akan jatuh tempo tahun depan.
“Kami menerapkan serangkaian inisiatif penghematan biaya di seluruh bisnis kami,” kata juru bicara Spirit dikutip Reuters, Kamis (31/10/2024).
“Termasuk pengurangan tenaga kerja, sebagai bagian dari rencana komprehensif kami untuk kembali meraih keuntungan,”
Perusahaan menghadapi masa depan yang tidak pasti setelah gagalnya kesepakatan merger senilai US$3,8 miliar dengan JetBlue Airways. Saham Spirit telah merosot sekitar 84% tahun ini.
Rencana merumahkan pilot ini juga sebagai akibat rencana Spirit untuk mengecilkan maskapai penerbangan. Perusahaan berencana mengurangi kapasitasnya pada kuartal saat ini sebesar 20% dibandingkan tahun lalu.
Hal ini akan berlanjut hingga pertengahan tahun depan. Spirit berencana memangkas biaya sebesar US$80 juta tahun depan, terutama melalui pengurangan tenaga kerja.
Sebelumnya Spirit diketahui telah menjual 23 jet Airbus lama miliknya. Hasil penjualan diperkirakan menyediakan likuiditas US$225 juta, bagi perusahaan tahun depan.
Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja Spirit, Ryan Muller, mengatakan rencana maskapai untuk mengoperasikan armada yang lebih kecil telah menimbulkan kekhawatiran. Terutama tentang keamanan kerja bagi pilot.
“Meskipun perusahaan mungkin menekankan angka, kami memahami bahwa setiap angka mewakili pilot yang berdedikasi, karier mereka, dan masa depan keluarga mereka,” kata Muller.