Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik menguat pada perdagangan sesi I Selasa (10/9/2024) dan kembali mencetak rekor tertinggi intraday-nya.
Hingga pukul 12:00 WIB, IHSG menguat 0,37% ke posisi 7.731,01. IHSG juga kembali mencetak rekor tertinggi intraday-nya pada sesi I hari ini.
Nilai transaksi indeks pada sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp 5,5 triliun dengan melibatkan 10 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 685.439 kali. Sebanyak 307 saham menguat, 268 saham melemah, dan 215 saham cenderung stagnan.
Beberapa sektor terpantau melesat dan turut membantu IHSG menguat, yakni properti mencapai 1,65%, teknologi sebesar 1,55%, dan infrastruktur sebesar 1,1%.
Dari sisi saham, PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) menjadi penopang terbesar yakni mencapai 22 indeks poin. Selain itu, dua emiten peritel minimarket yakni PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET) dan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) juga menjadi penopang IHSG masing-masing 7,1 indeks poin dan 5,8 indeks poin.
Berikut daftar saham yang menjadi penopang atau movers IHSG pada sesi I hari ini.
IHSG cenderung menguat di tengah optimisme pasar akan dipangkasnya suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed). Pada pekan depan, The Fed akan melakukan pertemuannya.
Pasar yang masih mencerna data tenaga kerja AS terbaru yang dirilis pada akhir pekan lalu membuat ekspektasi penurunan suku bunga menurun.
Data yang beragam pada pekan lalu, terutama laporan ketenagakerjaan pada Agustus, menyebabkan investor mengurangi ekspektasi bahwa The Fed akan mengeluarkan pemangkasan suku bunga sebesar 50 basis poin (bp) ketika mengadakan pertemuan kebijakan minggu depan.
Namun, pandangan terakhir menurut alat FedWatch CME pelaku pasar lebih optimis the Fed memangkas suku bunga dengan soft landing sebesar 25 bp dengan peluang 71%. Sisanya, hanya 29% kemungkinan terjadi penurunan sebesar 50 bp.
Di lain sisi, ada sedikit kabar kurang menggembirakan datang dari China, di mana inflasi China tumbuh lebih lambat dari perkiraan pada Agustus lalu, yakni hanya tumbuh 0,6% (year-on-year/yoy). Sementara dalam basis bulanan tumbuh 0,4% (month-to-month/mtm).
Konsensus yang dihimpun oleh Trading Economics memperkirakan inflasi China pada Agustus akan tumbuh lebih cepat menjadi 0,7% (yoy) dibandingkan bulan sebelumnya tumbuh 0,5% yoy. Sementara inflasi bulanan diperkirakan akan stabil di 0,3% (mtm).
Seiring dengan inflasi konsumen yang melambat. Indeks harga produsen (PPI) di Tiongkok pada Agustus malah mengalami deflasi 1,8%, lebih dalam dari perkiraan sebesar 1,4% dan bulan sebelumnya 0,8%.
Perlu dicatat, inflasi di China terbilang cukup rendah, dengan kondisi yang melambat tak sesuai ekspektasi, jika ditambah neraca dagang ikut mengalami kondisi yang sama, ini akan semakin menunjukkan ekonomi negeri tirai bambu yang semakin loyo.
Padahal, posisi China merupakan mitra utama perdagangan Indonesia baik ekspor maupun impor. Oleh karena itu, data ekonomi sang Naga Asia ini patut diperhatikan lantaran akan mempengaruhi perdagangan di Tanah Air.