Sejumlah fraksi di DPR RI menyoroti asumsi makro yang ditetapkan pemerintah dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Salah satu yang paling disoroti adalah asumsi makro mengenai nilai tukar Rupiah yang dipatok Rp 16.100/US$ dianggap terlalu tinggi.
Juru bicara Fraksi PDI Perjuangan Adisatrya Suryo Sulisto mengatakan nilai tukar Rupiah belakangan ini telah menguat. Ketika PDI Perjuangan membuat tanggapan mengenai RAPBN 2025, level Rupiah telah mencapai Rp 15.700/US$.
“Pemerintah malah menetapkan nilai tukar Rupiah senilai Rp 16.000/US$,” kata Adi dalam Rapat Paripurna tentang Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi Atas RUU APBN 2025 beserta Nota Keuangannya, pada Selasa, (20/8/2024).
Adi mengatakan penetapan asumsi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat itu tak sejalan dengan upaya pemerintah untuk memperkuat nilai tukar. Selain itu, kata dia, asumsi itu juga tidak sejalan dengan proyeksi pelonggaran suku bunga The Fed pada 2025.
Oleh karena itu, PDI Perjuangan meminta asumsi Rupiah pada RAPBN 2025 tetap mengacu pada hasil kesepakatan dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEMPPKF), yakni dalam rentang Rp 15.300 sampai Rp 15.900.
Selain Fraksi PDIP, Fraksi Partai Demokrat juga menyoroti asumsi mengenai nilai tukar. Juru bicara Fraksi Demokrat, Vera Febyanthy mengatakan pihaknya meminta pemerintah dan Bank Indonesia mewaspadai ketidakpastian ekonomi global. Dia mengatakan pemerintah perlu memperhitungkan kondisi masih tingginya suku bunga The Fed dan konflik regional yang menyebabkan capital outflow.
“Pemerintah dan BI perlu mewaspadai ketidakpastian ekonomi global, yakni masih tingginya suku bunga The Fed yang menyebabkan capital outflow dan situasi geopolitik yang masih membayangi nilai tukar di 2025,” kata dia.